Diantara 4 Huruf
Hidup
oh hidup! Beginilah ternyata hal yang harus kita lalui, beberapa rintangan dan
kegalauan menjadi khiasan dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan misteri.
Mungkin bagi anda, masalah yang sedang anda alami adalah suatu hal yang sangat
memuakan, membuat anda ingin berlalu begitu saja tanpa harus menyelesaikan
masalah, dan terkadang kita hanya menginginkan kehidupan yang sempurna. Berangat dari kata sempurna, mengapa seluruh
manusia menginginkan kehidupan yang sempurna? Sedangkan mereka tahu bahwa
kesempurnaan adalah milik Tuhan. Begitu egoiskah kita dalam menjalani hidup ?
sampai kita terkadang tak peduli dengan sekitar yang menjalani hidup dengan
lebih sulit dari apa yang kita
bayangkan.
Saya
adalah orang yang hanya mendapat anugrah dari Tuhan, berupa kegalauan tentang
carut-marut negara ini yang sudah menjadi kedok alami dalam kehidupan. Kali ini
saya ingin melampiaskan kegalauan dalam bidang dan kehidupan saya. Pernahkan
anda mendengar tentang hal ini “cincin dalah lambang keabadian”, dimana dalam
pecintaan diharapkan agar cinta mereka abadi. Dalam percintaan hal itu adalah
hal yang sangat baik, namun apa jadinya bila hal itu terjadi dalam KKN dan
kebodohan ? tentu hal ini sangat membuat saya khawatir, mau jadi apa negara ini
kedepannya?
Telah
lama saya berfikir tentang hal ini, dan terakhir saya bertemu dengat seorang
dosen dan beliau berbicara mengenai hal ini, dan itu membuat saya sangat
termotivasi untuk membuat artikel ini.
Pendidikan
adalah sumber utama dimana kita meraih ilmu untuk menjalani kehidupan, dimana
ilmu yang kita dapat akan menjadi penopang kehidupan dan alat untuk kita
bertahan hidup. Namun akhir-akhir ini
banyak sekali penyimpangan dalam menjalani hidup. Bukan dalam dunia yang
jauh dari saya,melainkan dalam dunia yang saya jalani. Sebagai mahasiswa
mengakui bahwa saya memilih jurusan kuliah, berdasar karena minat dan keinginan,
hal ini tentu membuat saya menjadi bertanggungjawab sekaligus merasa ringan
dalam menjalani kuliah. Saya yakin bila
kuliah yang saya jalani termasuk memuaskan. Saat ini saya kuliah di salah satu
perguruaan tinggi swasta di Sumedang. Awalnya saya ingin meneruskan keinginan
sang ayah yang merasa gagal di masa mudanya, ia gagal masuk kuliah dengan
masalah ekonomi, dan dia memotivasi saya agar tetap semangat dalam belajar, dan
menginginkan saya masuk ke perguruan tinggi negeri tersebut. Namun sayangnya saya juga gagal,
dengan hal yang sama, yaitu terpaut masalah ekonomi. Sempat ada tawaran dari perguruan tinggi tersebut,
dengan syarat penyertaan uang. Tapi saya tidak menyerah, tetap mencari dengan
PTN dengan catatan jurusan yang sama. Namun akhirnya gagal lagi dan masuk
swasta namun tetap jurusan yang sama. Kenapa demikian? Karena saya sadar,
kualitas kuliah akan ditentukan dari minat dan bakat mahasiswa tersebut, dan
saya punya komitmen akan kehidupan yang saya jalani. Walau ayah kecewa tapi ia mengerti, posisi, potensi dan
keadaan saya. Ia faham betul dengan istilah “ilmu lebih berharga di banding
harta”.
Sempat
ia bercerita mengenai pekerjaannya, ia bekerja disalah-satu bengkel dump truck di Kalimantan. Ia mengaku
sangat senang dengan pekerjaannya itu walau gajinya tak lebih besar di banding
gajinya yang sekarang. Disana ia bisa mengembangkan kompetensi yang ia dapat
sewaktu masih sekolah, ia merasa sangat bebas dan menjadi orang yang lebih
berguna di banding sekarang.
Sekarang
semuanya saya jalani dengan penuh rasa syukur dan tanggungjawab, walau
terkadang bila orang bertanya dimana saya kuliah mereka hanya tersenyum dan
berkata “ya kuliah dimana saja sama!” Mungkin di fikiran mereka saya akan jauh
dari sukses.
Jika
anda bertanya kenapa saya berfikir akan hal itu, inilah jawabannya. Sebenarnnya
semua keluarga,dan orang di lingkungan saya kurang mendukung atas jurusan yang
saya ambil, mereka lebih menyukai saya masuk jurusan pendidikan entah itu
matematika atau bahasa inggris, mereka bilang peluang kerja akan bersar,
menajdi PNS adalah tujuan di zaman ini. Secara PNS atau seorang guru akan
mendapat sertifikasi, dan gajinya akan berlipat.
Jika
kupikir itu memang benar, tapi jika saya menamatkan kuliah dengan jurusan itu
tanpa kualitas yang baik, itu sama saja
dengan memaksakan diri menjadi seorang guru yang tidak kompeten dan membuat
anak bangsa lebih bodoh. Lebih baik saya menjadi lulusan dari jurusanku
sekarang dengan hasil yang baik dan menjadi pembangun bangsa di bidangku.
Merasakan
nikmatnya pendidikan bahkan bukan suatu yang mudah di era kemerdekaan ini,
karena begitu menggilanya KKN di negara ini membuat mereka buta akan keadaan
yag ada. Dan bukan menjadi rahasia lagi bila masuk PTN pun bisa dengan jalur “khusus”.
Tujuannya adalah agar ia dapat keluar dengan titel yang bisa membuatnya bekerja
dengan mudah, dan mendapati kehidupan yang baik, dengan membodohi diri dan
negaranya sendiri. Lalu apa hal ini tidak pernah kita sadari, apakah kita
pura-pura buta akan hal ini? Ini akan membuat semua menjadi semakin rumit,
orang miskin akan tetap miskin dan si kaya akan menjadi lebih kaya dengan
permainan mereka, dan orang berwawasan akan semakin hilang dan negara di
tunggangi oleh para penggiat KKN. hal ini jelas akan mempengaruhi harapan-harapan anak bangsa lainnya, dari tragedi ini makin banyak anak bangsa yang memenghentikan proses pendidikan mereka dengan alasan ekonomi, dan dengan alasan untuk apa sekolah kalau hanya jadi pesuruh atau buruh. Sungguh ironi memang, lalu sampai kapan kita berada dalam lingkaran ini?
Dan terakhir yang selalu menjadi
pertanyaan dalam benak saya adalah, untuk apa kita belajar?
“ILMU” atau “UANG”
0 komentar:
Post a Comment